Perang Pandan atau mekara - kare adalah tradisi perang yang dilaksanakan setahun sekali oleh para penduduk desa Tenganan Kabupaten Karangasem ujung timur Pulau Dewata. Tradisi ini adalah bagian dari ritual pemujaan masyarakat Tenganan kepada Dewa Indra yang berhasil menaklukan Raja Keji yang bernama Maya Denawa yang berkuasa saat itu. Konon, Raja Maya Denawa memerintah dengan keji dan mengangap dirinya sebagai Tuhan dan melarang masyarakat melakukan pemujaan. Hal ini membuat para Dewa di surga murka dan kemudian mengirim Dewa Indra untuk membinasakan raja keji tersebut.
Tradisi ini berlangsung setiap tahun sekitar bulan Juni, dan merupakan agenda bagi wisatawan yang liburan ke bali untuk menyaksikannya. Banyak wisatawan lokal maupun mancanegara yang terkagum - kagum akan atraksi ini, bahkan mereka juga ikut merasakan miris melihat darah keluar bercucuran ditubuih peserta, sehingga banyak yang merinding atau berupaya menutup muka dengan tangan.
Perang pandan diawali dengan ritual upacara mengelilingi desa untuk memohon keselamatan, setelah itu perang pandan pun dimulai. "Perang" antardua kelompok itu diawasi oleh seorang wasit yang memimpin pertandingan tersebut, dengan bersenjatkan daun pandan berduri ditangan kanan dan tameng disebelah kirinya. Tak hayal, tubuh yang terkena daun pandan berduri mengeluarkan darah segar. Dalam perang ini diiringi oleh Gending Mekara-kara yang membuat para laki-laki itu kian "beringas", tidak peduli terhadap rasa sakit yang dialami maupun luka di tubuh lawan.
Uniknya, dalam "perang" itu tidak ada kelompok yang kalah dan tidak ada yang menang, tidak ada satu pun rasa dendam kesumat dan luapan emosi untuk membalas atas luka yang diderita. Begitu perang pandan berakhir, para pemuda yang semula saling melukai justru tertawa-tawa dan saling berangkulan..
sumber : http://www.liburanmurahlombok.com/perang-pandan.html
Tradisi ini berlangsung setiap tahun sekitar bulan Juni, dan merupakan agenda bagi wisatawan yang liburan ke bali untuk menyaksikannya. Banyak wisatawan lokal maupun mancanegara yang terkagum - kagum akan atraksi ini, bahkan mereka juga ikut merasakan miris melihat darah keluar bercucuran ditubuih peserta, sehingga banyak yang merinding atau berupaya menutup muka dengan tangan.
Perang pandan diawali dengan ritual upacara mengelilingi desa untuk memohon keselamatan, setelah itu perang pandan pun dimulai. "Perang" antardua kelompok itu diawasi oleh seorang wasit yang memimpin pertandingan tersebut, dengan bersenjatkan daun pandan berduri ditangan kanan dan tameng disebelah kirinya. Tak hayal, tubuh yang terkena daun pandan berduri mengeluarkan darah segar. Dalam perang ini diiringi oleh Gending Mekara-kara yang membuat para laki-laki itu kian "beringas", tidak peduli terhadap rasa sakit yang dialami maupun luka di tubuh lawan.
Uniknya, dalam "perang" itu tidak ada kelompok yang kalah dan tidak ada yang menang, tidak ada satu pun rasa dendam kesumat dan luapan emosi untuk membalas atas luka yang diderita. Begitu perang pandan berakhir, para pemuda yang semula saling melukai justru tertawa-tawa dan saling berangkulan..
sumber : http://www.liburanmurahlombok.com/perang-pandan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar